Banner 468 x 60px

 

Rabu, 19 Maret 2014

TRIO SANTRI: BOYONG AKIBAT MBALELO

1 komentar
Oleh:
 Ihsanuddin,
*Alumni pontren HA Bangsri Jepara Jateng
*Mahasiswa Universitas Brawijaya Malang



Pondok pesantren Hasyim Asy`ari menjelang pagi…
“Cup, mau kemana?,” Tanya timbol dan nungkling sambil penasaran. Beberapa saat setelah pengajian kitab Irsyadul Ibad yang diajarkan KH. Nuruddin Amin (akrab dengan panggilan Gus Nung) usai.
Ketiga-tiganya, Uncup, Timbol, dan Nungkling di Pontren (Pondok Pesantren) Hasyim Asy`ari biasa dikenal dengan sebutan trio santri mbalelo.
“Yang pasti ngga` ngaji lagi,” jawab Uncup yang berasal dari Kaliaman itu dengan cuek. Ia menjawab seperti itu biar tak seorangpun ada yang mengikutinya sampai kewarung langganannya. Dengan alasan Uncup mau makan sambil menghisap rokok.
“Padahal inikan jam mau sekolah, kenapa ia pergi seenaknya aja!” gerutu Nungkling.
“Iya Kling, waktune mripitte`,” Timbul menambahi dengan aksen jawanya yang kental. Nungkling sama Timbol kebingungan atas perilaku Uncup yang semakin hari semakin belagu. Tanpa banyak bicara Nungkling dan Timbol membuntuti Uncup dari kejauhan.
“Ma`sum, nasi kucingnya dong ma sepeneng Djarum,” Uncup memesan menu favoritnya sesampai diwarung Ma`sum yang lumayan jauh dari lokasi tempat Uncup mondok. Walaupun Ma`sum lebih tua dari pada Si Uncup, tetapi Ma`sum mau saja dipanggil dengan sebutan namanya tanpa ada embel-embel Kang, Abang, atau Mas sekalipun. Disamping karena dasar Si Uncup santri yang Mbalelo, kebiasaan Uncup memanggil sehari-hari.
Timbol dan Nungkling mengintai Uncup yang sedang leyeh-leyeh diwarung Ma`sum. Sambil mendengarkan suara sayup-sayup Uncup dari kejauhan terbawa hembusan angin pagi, kedunya saling berbisik-bisik entah apa tema yang digunakan untuk saling berbisik tersebut.
“Lho…! Ternyata Uncup diam-diam ngrokok za dibelakang kita, padahalkan dia tahu sendiri kalau ngrokok itu menjadi peringkat pertama ta`ziran. Berani-beraninya…!” celetuk Timbol emosi.
Dengan hati yang penuh dengan kegelisahan, Timbol dan Nungkling celingngukan kekanan kekiri dibelakang santri asal Kaliaman tersebut.
Meskipun kayak gitu keduanya tak pantang menyerah dengan perilaku harus membuntuti Si Uncup dengan harus mengorbankan sekolah demi ingin tahu apa yang akan diperbuat teman se-Mbalelonya itu.
Beberapa saat setelah Si Uncup selesai makan, tanpa sadar Uncup memelototkan mata ke kaca dihadapannya. Dan dengan tanpa sengaja Si Uncup melihat kedua teman Mbalelonya itu disamping dinding rumah tua, dengan raut memancarkan kemarahan Uncup bergegas menghampiri Timbol dan Nungkling.
“Ehem…!!!” getak Uncup dalam keadaan berdiri tegak dengan muka segelap malam dengan suara agak-agak keras.
Gugup sudah pasti, apalagi ditambah rasa gemetaran tinggi, Timbol dan Nungkling tak tahu harus berkata apa. Dan akhirnya keduanya berdiri pelan-pelan  sambil menundukkan kepala dalam-dalam dihadapan Si Uncup.
“Ma`af Cup, kita ga` maksud kok!” ujar Timbol dengan nada suara bergetar-getar penuh ketakutan. Tak sampai Si Uncup melemparkan kata-kata keras kepada sahabat karibnya, tiba-tiba dari arah utara sesosok pemuda gagah datang kearah trio santri mbalelo itu dengan langkah yang sangat cepat.
Trio santri mbalelo tersebut terpaku akan kehadiran pemuda dengan peci kliwirnya dan kecepatan jalannya, sampai-sampai masalah yang tadinya mencapai klimaks seketika terlupakan seakan memandang bidadari dengan muka cantik dan body seksi. hehehehe
Semakin lama semakin dekat, wajahnya mulai terbaca seakan mengisyaratkan bahwa kedatangannya membawa amanat untuk mengingatkan sekaligus menegaskan kembali terhadap trio santri mbalelo tersebut akan adanya peraturan Pontren yang harus ketiga-tiganya patuhi dan ta`ati.
Ternyata ga` disangka-sangka sekali kalau pemuda itu adalah salah satu dari pengurus Pontren Hasyim Asy`ari.
Tak perlu banyak kata, pemuda bernama Qosim yang berjabatkan seksi keamanan di Pontren HA langsung menyeret trio santri mbalelo dari tempat persembunyiannya. Memaksa sudah pasti, karena trio santri mbalelo sempat melawan sesaat ketika Qosim mengajak mereka kembali ke Pontren dan disuruh mengikuti pelajaran yang diajarkan dimadrasah.
“Sim, stop dong nyeret-nyeret kita, emangnya kita sapi apa? Kita bisa jalan sendiri,” bentak Uncup dengan penuh kelaga`an. “Benar! Kitakan manusia!” bumbuhi Nungkling dan Timbol serentak menggunakan intonasi tinggi.
Dalam suasana saling bentak membentak sempat menelan beberapa menit sampai-sampai trio santri mbalelo telat jauh untuk mengikuti pelajaran akademik di Madrasah seperti halnya santri-santri lain.
Dengan sangat berat hati, trio santri mbalelo harus tetap berangkat ke sekolah. “Wah, seharusnya saya sekarang lagi asyik diwarung Ma`sum,” cibir Uncup setelah dikelas dengan nada-nada yang agak kesal.
“Gara-gara kalian berdua, jadinya aku jadi sekolah. Andai saja kalian ga` ngebuntutin aku, pastinya aku tak akan berada disini sekarang,” sambung Uncup dengan kesal.
Setelah mereka saling salah menyalahkan persoalannya malah menjadi panjang dan sulit untuk dihentikan, “Kling, Cup, udahlah. Semuanya udah terlanjur, mau ngapain lagi coba`,” srobot Timbol bermaksud melerai.
Matahari telah menjulang tinggi, jarum jam pun menunjukkan pukul 13.30 WIB waktunya pulang. Trio santri mbalelo pun bergegas kembali kepondok, dan langsung melanjutkan perjalanan kewarung Ma`sum lagi.
Seketika pas tiba di Pontren, trio santri mbalelo itu tercengngang atas kehadiran Gus Nung putra dari Almagfurlah KH. Amin Soleh dihadapan gota`an trio santri mbalelo.
Trio santri mbalelo itu tak tahu apa maksud dan tujuan  Gus Nung tersebut. Hati dek-dekkan menghinggapi trio santri mbalelo layaknya orang baru pertama merasakan jatuh cinta.
“Permisi Gus,” tutur trio santri mbalelo dengan menurunkan tangan kanan dan menundukkan kepala. Dengan kata-kata bijak Gus Nung langsung memanggil dan mengajak ke Ndalem.
“Zis, Van, Dito. Kalian bertiga sekarang ke Ndalem,” ajak Gus Nung menggunakan sebutan asli trio santri mbalelo.
Trio santri mbalelo tak terbayang kalau Gus Nung akan menimbali mereka, trio santri mbalelo pun enyap dari gota`an lalu langsung meluncur ke Ndalem.
“ Ada pa za…? Tumben-tumbenan Gus Nung nimbali kita bertiga. “Pertanda buruk niih? Jangan-jangan…?” bisik Uncup ke Timbol dengan penuh rasa penasaran.
Selang beberapa detik Gus Nung pengasuh Pontren Hasyim Asy`ari dawuh kepada trio santri mbalelo kalau ketiga-tiganya diperkenankan membereskan semua pakaian dari Pontren. “Kalian bertiga sudah terlalu keterlaluan di Pontren ini, maka silahkan bereskan semua pakaian kalian!” dawuh Gus Nung.
Tidak banyak omong, mereka seketika serentak menganggukkan kepala dan kemudian kembali ke Pontren dengan berat hati dan rasa takut.
“Ha…! Trio santri mbalelo boyong…? Lho nanti ga` ada yang mbalelo dong!” teriak trio santri mbalelo setelah keluar dari Ndalem Gus Nung, langsung ketiganya beres-beres dan meninggalkan tempat yang sudah dihuninya beberapa tahun lamanya.  

THE END

1 komentar:

Ihsan Uddin mengatakan...

Alurnya bagus, ditunggu cerpen selanjutnya.. :-)

Posting Komentar

 
Lautan Mahasiswa © 2014 Main Blogger - Blogger Template & Blogging Stuff. Supported by Berbagi Bisnis and Jasa Blog