Oleh:
Ihsanuddin,
*Alumni pontren HA Bangsri Jepara Jateng
*Mahasiswa Universitas Brawijaya Malang
Pondok pesantren Hasyim Asy`ari menjelang pagi…
“Cup, mau kemana?,” Tanya timbol dan nungkling sambil
penasaran. Beberapa saat setelah pengajian kitab Irsyadul Ibad yang diajarkan KH.
Nuruddin Amin (akrab dengan panggilan Gus Nung) usai.
Ketiga-tiganya, Uncup, Timbol, dan Nungkling di Pontren (Pondok Pesantren) Hasyim Asy`ari biasa dikenal dengan
sebutan trio santri mbalelo.
“Yang pasti ngga` ngaji lagi,” jawab Uncup yang berasal dari
Kaliaman itu dengan cuek. Ia menjawab seperti itu biar tak seorangpun ada yang
mengikutinya sampai kewarung langganannya. Dengan alasan Uncup mau makan sambil
menghisap rokok.
“Padahal inikan jam mau sekolah, kenapa ia pergi seenaknya
aja!” gerutu Nungkling.
“Iya Kling, waktune mripitte`,” Timbul menambahi
dengan aksen jawanya yang kental. Nungkling sama Timbol kebingungan atas
perilaku Uncup yang semakin hari semakin belagu. Tanpa banyak bicara Nungkling
dan Timbol membuntuti Uncup dari kejauhan.
“Ma`sum, nasi kucingnya dong ma sepeneng Djarum,”
Uncup memesan menu favoritnya sesampai diwarung Ma`sum yang lumayan jauh dari lokasi
tempat Uncup mondok. Walaupun Ma`sum lebih tua dari pada Si Uncup, tetapi
Ma`sum mau saja dipanggil dengan sebutan namanya tanpa ada embel-embel
Kang, Abang, atau Mas sekalipun. Disamping karena dasar Si Uncup santri yang Mbalelo, kebiasaan
Uncup memanggil sehari-hari.
Timbol dan Nungkling mengintai Uncup yang sedang leyeh-leyeh
diwarung Ma`sum. Sambil mendengarkan suara sayup-sayup Uncup dari kejauhan
terbawa hembusan angin pagi, kedunya saling berbisik-bisik entah apa tema yang
digunakan untuk saling berbisik tersebut.
“Lho…! Ternyata Uncup diam-diam ngrokok za dibelakang kita,
padahalkan dia tahu sendiri kalau ngrokok itu menjadi peringkat pertama
ta`ziran. Berani-beraninya…!” celetuk Timbol emosi.
Dengan hati yang penuh dengan kegelisahan, Timbol dan
Nungkling celingngukan kekanan kekiri dibelakang santri asal Kaliaman tersebut.
Meskipun kayak gitu keduanya tak pantang menyerah dengan
perilaku harus membuntuti Si Uncup dengan harus mengorbankan sekolah demi ingin
tahu apa yang akan diperbuat teman se-Mbalelonya itu.
Beberapa saat setelah Si Uncup selesai makan, tanpa sadar
Uncup memelototkan mata ke kaca dihadapannya. Dan dengan tanpa sengaja Si Uncup
melihat kedua teman Mbalelonya itu disamping dinding rumah tua, dengan
raut memancarkan kemarahan Uncup bergegas menghampiri Timbol dan Nungkling.
“Ehem…!!!” getak Uncup dalam keadaan berdiri tegak
dengan muka segelap malam dengan suara agak-agak keras.
Gugup sudah pasti, apalagi ditambah rasa gemetaran tinggi,
Timbol dan Nungkling tak tahu harus berkata apa. Dan akhirnya keduanya berdiri
pelan-pelan sambil menundukkan kepala dalam-dalam dihadapan Si Uncup.
“Ma`af Cup, kita ga` maksud kok!” ujar Timbol dengan nada
suara bergetar-getar penuh ketakutan. Tak sampai Si Uncup melemparkan kata-kata
keras kepada sahabat karibnya, tiba-tiba dari arah utara sesosok pemuda gagah
datang kearah trio santri mbalelo itu dengan langkah yang sangat cepat.
Trio santri mbalelo tersebut terpaku akan kehadiran
pemuda dengan peci kliwirnya dan kecepatan jalannya, sampai-sampai masalah yang
tadinya mencapai klimaks seketika terlupakan seakan memandang bidadari dengan
muka cantik dan body seksi. hehehehe
Semakin lama semakin dekat, wajahnya mulai terbaca seakan
mengisyaratkan bahwa kedatangannya membawa amanat untuk mengingatkan sekaligus
menegaskan kembali terhadap trio santri mbalelo tersebut akan adanya
peraturan Pontren yang harus ketiga-tiganya patuhi dan ta`ati.
Ternyata ga` disangka-sangka sekali kalau pemuda itu adalah
salah satu dari pengurus Pontren Hasyim Asy`ari.
Tak perlu banyak kata, pemuda bernama Qosim yang berjabatkan
seksi keamanan di Pontren HA langsung menyeret trio santri mbalelo dari
tempat persembunyiannya. Memaksa sudah pasti, karena trio santri mbalelo
sempat melawan sesaat ketika Qosim mengajak mereka kembali ke Pontren dan
disuruh mengikuti pelajaran yang diajarkan dimadrasah.
“Sim, stop dong nyeret-nyeret kita, emangnya kita sapi apa?
Kita bisa jalan sendiri,” bentak Uncup dengan penuh kelaga`an. “Benar! Kitakan
manusia!” bumbuhi Nungkling dan Timbol serentak menggunakan intonasi tinggi.
Dalam suasana saling bentak membentak sempat menelan
beberapa menit sampai-sampai trio santri mbalelo telat jauh untuk
mengikuti pelajaran akademik di Madrasah seperti halnya santri-santri lain.
Dengan sangat berat hati, trio santri mbalelo harus
tetap berangkat ke sekolah. “Wah, seharusnya saya sekarang lagi asyik diwarung
Ma`sum,” cibir Uncup setelah dikelas dengan nada-nada yang agak kesal.
“Gara-gara kalian berdua, jadinya aku jadi sekolah. Andai
saja kalian ga` ngebuntutin aku, pastinya aku tak akan berada disini sekarang,”
sambung Uncup dengan kesal.
Setelah mereka saling salah menyalahkan persoalannya malah
menjadi panjang dan sulit untuk dihentikan, “Kling, Cup, udahlah. Semuanya udah
terlanjur, mau ngapain lagi coba`,” srobot Timbol bermaksud melerai.
Matahari telah menjulang tinggi, jarum jam pun menunjukkan
pukul 13.30 WIB waktunya pulang. Trio santri mbalelo pun bergegas
kembali kepondok, dan langsung melanjutkan perjalanan kewarung Ma`sum lagi.
Seketika pas tiba di Pontren, trio santri mbalelo
itu tercengngang atas kehadiran Gus Nung putra dari Almagfurlah KH. Amin Soleh
dihadapan gota`an trio santri mbalelo.
Trio santri mbalelo itu tak tahu apa maksud dan
tujuan Gus Nung tersebut. Hati dek-dekkan menghinggapi trio santri mbalelo
layaknya orang baru pertama merasakan jatuh cinta.
“Permisi Gus,” tutur trio santri mbalelo dengan
menurunkan tangan kanan dan menundukkan kepala. Dengan kata-kata bijak Gus Nung
langsung memanggil dan mengajak ke Ndalem.
“Zis, Van, Dito. Kalian bertiga sekarang ke Ndalem,” ajak
Gus Nung menggunakan sebutan asli trio santri mbalelo.
Trio santri mbalelo tak terbayang kalau Gus Nung akan
menimbali mereka, trio santri mbalelo pun enyap dari gota`an
lalu langsung meluncur ke Ndalem.
“ Ada pa za…? Tumben-tumbenan Gus Nung nimbali kita
bertiga. “Pertanda buruk niih? Jangan-jangan…?” bisik Uncup ke Timbol dengan
penuh rasa penasaran.
Selang beberapa detik Gus Nung pengasuh Pontren Hasyim
Asy`ari dawuh kepada trio santri mbalelo kalau ketiga-tiganya
diperkenankan membereskan semua pakaian dari Pontren. “Kalian bertiga sudah
terlalu keterlaluan di Pontren ini, maka silahkan bereskan semua pakaian
kalian!” dawuh Gus Nung.
Tidak banyak omong, mereka seketika serentak menganggukkan
kepala dan kemudian kembali ke Pontren dengan berat hati dan rasa takut.
“Ha…! Trio santri mbalelo boyong…? Lho nanti ga` ada
yang mbalelo dong!” teriak trio santri mbalelo setelah keluar
dari Ndalem Gus Nung, langsung ketiganya beres-beres dan meninggalkan tempat
yang sudah dihuninya beberapa tahun lamanya.
THE
END
1 komentar:
Alurnya bagus, ditunggu cerpen selanjutnya.. :-)
Posting Komentar